Anak Buruh Tani juga bisa
Kuliah S2
Nama
saya I Nengah Agus Tripayana, saya bersal dari salah satu desa terpencil
diujung timur pulau Bali, tepatnya di Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem,
Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Desa kami memiliki topografi
tinggi yang terletak diantara 250 meter di atas permukaan laut, memiliki luas
wilayah 28.000 Ha, bersuhu sedang (270C). Hal tersebut mengakibatkan
tanah di desa kami menjadi tandus dan kering, hal ini diperparah oleh curah
hujan yang rendah yaitu rata-rata hanya 1250 mm. Kondisi alam tersebut berpengaruh
besar terhadap tingkat perekonomian serta pola fikir masyarakatnya. Terlebih
lagi, tingkat pendidikan masyarakatnya juga sangat rendah. Rata-rata masyarakat
di desa kami hanya tamat Sekolah Dasar, sangat sedikit warga desa yang memiliki
ijasah SMA atau Sarjana, termasuk orang tua saya.
Saya
adalah anak sulung dari empat bersaudara, kami berasal dari keluarga yang
memiliki ekonomi serba terbatas. Ayah saya adalah seorang buruh tani, sedangkan
ibu hanya seorang ibu rumah tangga. Dahulu mereka ingin sekali bersekolah
tinggi, tapi karena keterbatasan biaya, ayah saya terpaksa berhenti di kelas 3
Sekolah Dasar, sedangkan ibu tidak pernah mengenyam pendidikan formal sama
sekali. Karena alasan itulah, orang tua saya selalu memotivasi kami ber empat
untuk bersekolah sampai ke perguruan tinggi, sebagai ganti orang tua kami yang
tidak memiliki kesempatan itu. Dengan jumlah tanggungan anak yang banyak, serta
biaya pendidikan yang cukup mahal, tetap saja orang tua kami yang hanya seorang
buruh tani kewalahan untuk membiayai sekolah kami. Sejak kecil saya dan
saudara-saudara saya sudah terbiasa pergi kesekolah sambil berjualan makanan.
Saat bel istirahat, ketika yang lain memanfaatkannya untuk bermain atau pergi
kekantin, bagi kami itu adalah kesempatan terbaik kami untuk “mendapatkan” uang
mereka dan menyimpannya disaku baju kami. Bahkan kalau barang jualan kami tidak
habis, kami masih harus keliling desa untuk menjual sisa jualan kami, sebelum
pulang untuk beristirahat.
Kakak
perempuan kami yang kedua, terpaksa berhenti sekolah karena alasan kekurangan biaya,
begitupun kakak saya yang ketiga sempat tinggal di yayasan milik seorang
donatur untuk melanjutkan SMA dan kuliahnya. Saya juga hampir mengalami
permasalahan yang sama, beberapa bulan sebelum saya menamatkan SMA, ayah saya
telah menyampaikan terkait ketidak mampuannya membiayai rencana kuliah saya.
Hawatir dengan keadaan tersebut, saya mencoba memutar otak. Setamatnya dari bangku
SMA saya mencari informasi tentang beasiswa untuk rencana kuliah saya. Dari
internet saya mendapatkan informasi bahwa pemerintah memiliki program beasiswa
Bidik Misi, khusus bagi anak yang kurang mampu secara ekonomi namun memiliki
nilai akademis yang bagus. Berkat restu orang tua serta anugerah dari Tuhan,
saya dinyatakan lolos seleksi. Pendidikan ssarjana di Universitas Pendidikan
Ganesha saya tempuh dalam waktu 3 tahun 4 Bulan, dan lulus dengan predikat cumlaude. Selama kuliah, saya berusaha
untuk memenuhi biaya kuliah saya secara mandiri agar tidak membebani keluarga
yang sedang menyekolahkan saudara-saudara saya.
Setelah
tamat dari Undiksha, saya berharap dapat melanjutkan kuliah ke jenjang yang
lebih tinggi, selain karena cita-cita saya ingin menjadi seorang Dosen, juga karena
harapan keluarga besar kami yang ingin saya melanjutkan kuliah. 3 bulan
menjelang wisuda, saya terus mencari informasi tentang beasiswa Pasca Sarjana.
Di Tahun 2014 doa orang tua kami terjawab dengan kedatangan LPDP, selepas tes
administrasi yang sangat ketat, saya pergi ke Mataram untuk mengikuti tes
wawancara, hingga pada akhirnya dinyatakan lolos dan akan mendapatkan
pembiayaan penuh selama kuliah S2 dari LPDP. Saya menjatuhkan pilihan kuliah S2
saya di Universitas Pendidikan ganesha, masa studi di UPI saya tempuh kurun
waktu 1 Tahun 9 bulan dan berhasil lulus dengan IPK 3.78. Banyak kenangan
selama kuliah yang tidak dapat saya
lupakan. Selama kuliah, saya selalu menyisihkan sebagian uang bekal saya selama
di bandung, untuk saya berikan kepada orang tua saya sebagai modal usaha dan
memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Untuk menutupi kebutuhan hidup saya
selama dibandung, saya menekuni bisnis pakaian dan boneka, setiap minggu saya
biasanya pergi ke Pasar Andir dan Pasar Baru dibandung untuk membeli barang dan
saya jual secara online ke Bali. Keuntungan penjualan itu saya gunakan untuk
memenuhi kebutuhan kuliah saya dibandung. Hal lain yang paling saya kenang
adalah, ketika momen wisuda saya mengajak kedua orang tua saya untuk ikut
kebandung, terpancar kebahagiaan dari wajah kedua orang tua saya saat itu.
Semua
yang saya miliki saat ini, semua berkat bantuan dari LPDP. Karena itu saya
bertekad untuk membalas kebaikan yang diberikan negara kepada saya, walaupun
tidak bisa saya balas semua. Sejak beberapa tahun lalu, saya mendirikan sebuah
yayasan yang fokus membnatu masyarakat miskin di desa saya untuk mendapat
pendidikan gratis. Sampai dengan saat ini kami sudah mendirikan sekolah PAUD
dan TK secara gratis bagi semua masyarakat. Sekolah kami tidak kalah dengan
sekolah-sekolah TK dan PAUD yang ada di kota, mulai dari gedung sarana
pembelajaran, taman bermain, alat permaianan, seragam sampai sepatu dan buku
pelajaran serta perpustakaan semua sudah ada dan gratis bagi semua masyarakat.
Kedepan kami berencana untuk mendirikan taman baca bagi masyarakat umum, untuk
meningkatkan minat baca masyarakat, dengan begitu saya memiliki harapan desa
kami bisa lebih maju kedepannya, karena saya yakin merubah desa kami hanya bisa
dilakukan dengan pendidikan. Selain itu juga, saat ini saya sedang dalam proses
mengerjakan beberapa projec sosial bersama Mata Garuda untuk membentuk kelompok
UMKM baru, dan menjadikan desa kami menjadi salah satu tujuan destinasi wisata
baru di Bali. Semoga dengan usaha-usaha itu kedepan desa kami bisa lebih maju
dan mandiri.

Terimaksih
LPDP, terimakasih negara.
![]() |
|||
Komentar
Posting Komentar